Kemiskinan dan Mitos Pembangunan
Ahad 17 Oktober kemarin diperingati sebagai Hari Anti Kemiskinan. Sebagai salah satu fenomena sosial yang dihadapi oleh semua negara, kemiskinan merupakan bagian dari agenda pembangunan yang tak henti-hentinya menjadi wacana dan diskursus yang ramai didiskusikan oleh berbagai kalangan.
Menurut Badan Pusat Statistik (BPS), sampai Maret 2010 jumlah penduduk miskin di Indonesia mencapai 31,02 juta jiwa atau sekitar 13,3 persen dari jumlah penduduk. Angka ini mengalami penurunan 1,51 juta jiwa dibanding tahun Maret 2009 yang mencapai 32,53 juta orang.
Selain itu,jumlah penduduk miskin di daerah perkotaan mengalami penurunan 0,81 juta jiwa atau 11,10 juta orang sampai Maret (2010) dari 11,91 juta di Maret 2009. Demikian halnya di daerah perdesaan telah mengalami penurunan 0,69 juta jiwa, atau dari 20,62 juta (Maret 2009) menjadi hanya 19,93 juta jiwa tahun ini.
Kemiskinan memang merupakan salah satu masalah sosial yang selalu ramai dan menarik untuk dibicarakan. Terlebih lagi dengan adanya kenaikan tarif dasar listrik yang terhitung mulai 1 Juli 2010 yang sangat berpengaruh terhadap kenaikan harga kebutuhan pokok.
Ironisnya, rakyat miskinpun harus menghadapi berbagai persoalan yang tidak hanya terbatas pada bagaimana cara memenuhi kebutuhan itu melainkan juga pada masalah lain seperti kebutuhan akan pendidikan, perumahan dan pelayanan kesehatan yang layak.
Oleh karena itu, wajar apabila kerap kali mengemuka informasi tentang betapa banyaknya keluarga miskin yang ikut antre berdesak-desakan demi mendapatkan bantuan sembako maupun pelayanan kesehatan gratis.
Pertanyaannya, seperti apakah kemiskinan itu? Secara sederhana dapat dijelaskan bahwa kemiskininan dapat diartikan sebagai kelaparan, kekurangan gizi, pakaian dan perumahan yang tidak layak, tingkat pendidikan yang rendah, serta sedikit sekali kesempatan untuk memperoleh pelayanan kesehatan yang memadai.
Adapun mengenai pembangunan dapat dilihat sebagai suatu perubahan yang semakin luas dari semua komponen yang ada dalam masyarakat. Salah satu tantangan yang dihadapi dalam pembangunan adalah persoalan transformasi eksternal masyarakat yang meliputi perubahan sosial,
ekonomi dan teknologi yang acapkali tidak menguntungkan masyarakat dan bahkan banyak menimbulkan kesenjangan dan goncangan dalam tatanan kehidupan sosial ekonomi.
Yang termasuk tantangan transformasi internal masyarakat mencakup tekanan pertambahan penduduk yang tidak diimbangi pertumbuhan ekonomi yang memadai.
Memang benar kalau berbagai program pembangunan yang telah dilaksanakan lebih berorientasi pada pemenuhan target tertentu sehingga sering pula tidak memperhatikan kelanjutan program pendidikan dan peningkatan kualitas sumber daya manusia serta pelembagaan pembangunan.
Akibatnya, program pembangunan kurang berorientasi pada pemberdayaan, pelembagaan pembangunan dan peningkatan kemampuan dalam menciptakan kualitas sumber daya manusia yang memiliki kemandirian dan malah sebaliknya akan memperkuat ketergantungan sehingga implikasinya pada masih menumpuknya rakyat miskin.
Konsekuensi logis dari semua ini adalah tujuan pembangunan untuk menciptakan kesejahteraan dalam semua aspek kehidupan masyarakat hanya akan menjadi mitos bagi keluarga miskin. Oleh sebab itu, ujung tombak hakikat pembangunan terletak pada peningkatan kualitas sumber daya manusia yang mandiri dan produktif didukung ilmu pengetahuan dan teknologi sebagai penggerak utama pembangunan.
***
Tujuan pembangunan nasional adalah membangun suatu masyarakat yang maju, mandiri dan sejahtera. Tujuan ini hanya bisa tercapai dengan cara memajukan perekonomian nasional yang diimbangi kualitas sumber daya manusia. Apalagi, kondisi kehidupan ekonomi dan sosial serta kemampuan kelembagaan sangat beragam tingkat kemajuan dan kemampuannya.
Di samping itu, masalah pembangunan di daerah pun bermunculan yang ditandai adanya kesenjangan antar-kawasan desa dan kota, timur dan barat, antar-kelompok, pendapatan, tingkat urbanisasi yang tinggi, jumlah penduduk yang hidup di dalam kantong kemiskinan masih relatif besar dan seterusnya.
Dalam konteks ini, peran dan fungsi pemerintah serta masyarakat dalam proses pembangunan guna meningkatkan daya saing, kreativitas, aktivitas, partisipasi masyarakat, kemitraan pemerintah dan dunia usaha adalah prinsip yang perlu terus dikembangkan melalui berbagai program pembangunan.
Itulah sebabnya, salah satu strategi pembangunan guna meningkatkan SDM dan pengentasan penduduk miskin yang berorientasi pada pemberdayaan, pelembagaan dan kelembagaan pembangunan maka pemerintah mencanangkan program bantuan untuk keluarga miskin. Di samping itu, penguatan sosial ekonomi rakyat sebagai basis terbesar diharapkan dapat menghasilkan landasan yang kukuh bagi pembangunan nasional lewat peningkatan daya beli masyarakat secara menyeluruh.
Program bantuan untuk penduduk miskin merupakan program dan gerakan nasional yang berorientasi pada masyarakat miskin sehingga relevan dengan pembangunan sektoral, regional, daerah dan pembangunan masyarakat.
Dengan demikian, program ini dapat dinilai sebagai strategi pemerataan dan peningkatan SDM pembangunan yang bertujuan untuk memperbaiki kondisi sosial ekonomi penduduk miskin sebagai wadah saluran aspirasi dalam meningkatkan taraf hidupnya melalui usaha produktif yang berkelanjutan dan mempercepat pengurangan penduduk miskin.
Oleh karena kemiskinan sering kali berkaitan erat dengan masalah SDM, tingkat pendidikan dan strategi pembangunan menuju masyarakat yang sejahtera maka untuk mengatasi masalah kemiskinan kiranya perlu diadakan program pembangunan yang berorientasi pada masyarakat miskin melalui peningkatan kualitas sumber daya manusia guna meningkatkan produktivitas mereka.
Sebetulnya, pendekatan ini juga pernah dikemukakan oleh salah seorang ekonom ternama seperti Gunnar Myrdall, misalnya lewat karyanya yang cemerlang meski tergolong klasik Asian Drama: An Inquiry Into The Poverty of Nations(1968) bahwa pembangunan ekonomi bertujuan untuk mengatasi masalah kemiskinan yang sangat ditentukan oleh peningkatan kualitas sumber daya ekonomi dan faktor manusia.
Di samping itu, ada satu hal yang perlu disadari bahwa di negara yang tergolong berpendapatan rendah, persoalan kemiskinan bukanlah hal yang baru. Soalnya, di sanalah ada tempat di mana kemiskinan absolut muncul dari generasi ke generasi dan bahkan sudah sedemikian endemik di seluruh wilayah. Dan sudah barang tentu ini ikut mempengaruhi kemampuan mereka untuk bersikap tanggap dan berinteraksi dengan lingkungan sekitarnya. (**)
Sumber : http://metronews.fajar.co.id/read/107637/19/kemiskinan-dan-mitos-pembangunan
sip...
BalasHapusAgen Poker Terpercaya
mantap,,,
BalasHapusRIA
Agen Poker Terpercaya